Islam di antara kalender Hijriah dan kalender Masehi
Ditulis oleh team redaksi website YapisAlBadr
Durasi membaca 15 menit
Planet Bumi adalah tempat yang paling nyaman bagi kehidupan untuk seluruh umat manusia.
Setiap kelompok masyarakat di seluruh dunia dapat hidup bersama-sama saling berdampingan berikut dengan adat istiadat, dan kebudayaannya masing-masing.
Seiring dengan perubahan zaman, ilmu pengetahuan pun tumbuh semakin cepat dan kian berkembang di seluruh lini kehidupan.
Dari sekian banyaknya jenis ilmu pengetahuan yang berkembang tersebut, bidang astronomi adalah contoh dari suatu hal mengagumkan yang telah berhasil dikembangkan oleh kekuatan dan kecerdasan pemikiran manusia.
Sehingga dengan perantaraan ilmu astronomi tersebut, peradaban modern manusia pun dengan fasih dapat memetakan dan mendokumentasikan sejarah serta perjalanan waktu melalui sebuah sistem yang disebut dengan istilah "kalender" atau "sistem penanggalan".
• 2 jenis sistem kalender / sistem penanggalan
Sejak beberapa waktu terakhir, peradaban masyarakat modern telah berhasil mengembangkan dua buah sistem kalender atau penanggalan yang penerapannya berpatokan pada gerak peredaran benda-benda langit yang sangat populer bagi penduduk Bumi, yaitu matahari dan rembulan.
Keberadaan benda-benda langit seperti matahari dan rembulan sebagai sarana untuk menyusun sistem kalender / penanggalan ini secara eksplisit telah dijelaskan di dalam sebuah redaksional ayat Al Qur'an :
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَقِّۗ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ ٥
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. Dialah pula yang menetapkan tempat-tempat orbitnya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu, kecuali dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada kaum yang mengetahui.
Qs. Yunus : 5
Sehingga, secara alamiah terdapat dua buah sistem kalender / penanggalan yang lazim digunakan oleh masyarakat di planet Bumi saat ini, yaitu sistem kalender / penanggalan Syamsiah dan sistem kalender / penanggalan Komariah.
• Sekilas mengenai sistem kalender / penanggalan Syamsiah ( Masehi )
Kalender / penanggalan Syamsiah ( Masehi ) adalah sistem penanggalan yang berpatokan pada perputaran rotasi Bumi serta durasi pergerakan Bumi dalam orbitnya mengelilingi matahari selama satu kali putaran penuh.
Lamanya planet Bumi berputar pada porosnya ( rotasi ) sebanyak satu kali putaran penuh membutuhkan waktu selama sekitar 24 Jam atau disebut juga dengan waktu satu hari.
Sedangkan lamanya planet Bumi dalam berputar mengelilingi matahari ( revolusi ) hingga mencapai satu kali putaran penuh membutuhkan waktu sekitar 365,3 hari yang disebut juga sebagai periode satu tahun.
Dari periode waktu satu tahun ini, dapat diperoleh data yang valid mengenai pola perubahan musim pada waktu-waktu tertentu di atas muka Bumi.
Dalam sistem kalender / penanggalan Syamsiah, periode waktu selama satu tahun itu terbagi dalam 12 periode waktu yang disebut sebagai periode waktu satu bulanan.
Nama-nama bulan dalam sistem penanggalan Syamsiah adalah sebagaimana yang terdapat pada kalender-kalender Masehi yang saat ini digunakan. Awal tahun selalu diawali dengan Januari, dan akhir akan selalu tahun ditutup dengan bulan Desember.
Dalam sejarahnya sebelum adanya kalender Masehi, penanggalan sistem Syamsiah sudah mulai digunakan oleh masyarakat Romawi kuno pada tahun ke 45 Sebelum Masehi ( SM ) yang kemudian dikenal dengan nama "Kalender Julian".
Penamaan kalender tersebut merujuk pada nama pemimpin Romawi yang berkuasa kala itu, Julius Caesar.
Sempat mengalami banyak kerancuan dan penyimpangan hitungan, sistem penanggalan ini kemudian mengalami perbaikan pada metode dan sistematika penyusunannya, hingga kemudian secara resmi baru mulai digunakan pada abad ke 16 Masehi ( tahun 1560 M ).
Penetapan urutan tahun ke 1 Masehi ialah merujuk pada suatu masa yang "dianggap kira-kira" bertepatan dengan momentum kelahiran Isa Al Masih.
Pada abad ke 16 Masehi ini pula ( tahun 1572 M ), terjadi perubahan dan penetapan awal tahun pada sistem penanggalan Syamsiah ( Masehi ).
Semula, permulaan tahun Masehi akan selalu diawali pada bulan Maret ( musim gugur ), hingga kemudian dirubah dan ditetapkan menjadi bulan Januari.
Kalender Masehi versi yang terakhir ini kemudian yang resmi digunakan di seluruh dunia hingga saat ini, yang dikenal dengan nama "kalender Gregorian".
• Sekilas mengenai sistem kalender / penanggalan Komariah ( Hijriah )
Kalender / Penanggalan Komariah ( Hijriyah ), adalah sistem penanggalan yang sangat populer digunakan khususnya oleh kalangan umat Islam di seluruh penjuru dunia.
Penanggalan Komariah adalah sistem penanggalan yang berdasarkan pada pergerakan orbit Rembulan dalam mengelilingi planet Bumi.
Satu kali putaran penuh orbit Rembulan mengelilingi planet Bumi akan membutuhkan waktu selama 29 hari, 12 jam, 44 menit, dan 2.5 detik, yang kemudian dikenal sebagai "siklus satu Bulan penuh".
Apabila sistem penanggalan Syamsiah dan Komariah diperbandingkan, meski bilangan bulannya sama-sama berjumlah 12 bulan, akan tetapi jumlah hari di dalam periode satu tahun penuh menurut perhitungan sistem penanggalan Komariah akan selalu lebih sedikit / lebih singkat 11 hari dari sistem penanggalan Syamsiah.
Bila lamanya waktu untuk satu tahun versi penanggalan Syamsiah ( Masehi ) terdiri dari sekitar 365,3 hari, maka lamanya waktu satu tahun dalam penanggalan Syamsiah ( Hijriah ) terdiri dari sekitar 354,5 hari.
Ketetapan tersebut memang telah dirancang dan diperhitungkan sebelumnya oleh Allah Subhanahu wa Ta'Alaa, yaitu ketika Dia menciptakan langit dan Bumi ini ( alam semesta ).
Dalam Al Qur'an telah diterangkan :
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌۗ ذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةًۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ ٣٦
Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.
Qs. At Taubah : 36
Berdasarkan redaksional pada ayat Al Qur'an tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa keberadaan dan penetapan status bagi keempat bulan yang disebut sebagai bulan-bulan yang disucikan ( haram ) itu merupakan satu hal yang benar adanya, bukan dikarang atau rekaan manusia belaka, akan tetapi ditentukan dan ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'Alaa.
Keberadaan bulan-bulan Haram tersebut bahkan telah dikenal sejak zaman nabi Adam Alaihissalam diturunkan ke Bumi bersama dengan Siti Hawa sebagai moyangnya umat manusia, sekaligus Kholifah yang pertama di muka Bumi.
Keterangan detail mengenai posisi urutan dan penamaan bulan-bulan dalam sistem penanggalan Komariah telah diterangkan dalam sebuah redaksional hadits shahih :
Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.”
( HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679 ).
Secara lengkap diterangkan bahwasanya urutannya nama nama bulan dalam sistem kalender Komariah ( Hijriah ) adalah :
1. Muharram ( 30 hari ) - bulan haram / disucikan
2. Shafar ( 29 hari )
3. Rabiul Awal ( 30 hari )
4. Rabiu Tsani ( 29 hari )
5. Jumadil Awal ( 30 hari )
6. Jumada Tsani ( 29 hari )
7. Rajab ( 30 hari ) - bulan haram / disucikan
8. Sya'ban ( 29 hari )
9. Ramadhan ( 30 hari )
10. Syawal ( 29 hari )
11. Dzulqodah ( 30 hari ) - bulan haram / disucikan
12. Dzulhijjah ( 29 hari ) - bulan haram / disucikan
Atau 30 hari untuk tahun kabisat.
Berbeda dengan sistem penanggalan Syamsiah dengan hitungan jumlah hari di dalam satu bulannya yang selalu berjumlah tetap, jumlah hari dalam setiap bulan pada sistem penanggalan Komariah dapat berubah-ubah antara 29 atau 30 hari, tergantung posisi penampakan bulan baru / bulan sabit ( hilal ) pada suatu wilayah tertentu.
Dalam sejarahnya, peristiwa penetapan tahun yang pertama pada penanggalan / kalender Hijriyah terjadi pada tahun ke 16 Hijriyah, yaitu bertepatan dengan tahun 638 Masehi, yaitu pada masa Amirul Mukminin Umar bin Khattab menjadi Kholifah ke dua menggantikan Kholifah Abu Bakar Radhiyallahu anhu yang telah wafat.
Penetapan tahun pertama Hijriyah ( 1 H ) merujuk pada momentum hijrahnya nabi Muhammad Shalallahu alaihi Wassalam bersama para pengikutnya dari Makkah ke Madinah, yang terjadi pada sekitar tahun ke 622 Masehi.
Berdasarkan penelusuran ilmu hisab ( Falak ), bahwasanya tanggal 1 Muharram tahun ke 1 H bertepatan pada hari Kamis, 15 Juli 622 M.
Menurut hasil perhitungannya, didapatkan data empiris bahwa ketinggian bulan / hilal saat matahari terbenam pada hari Rabu telah memenuhi syarat terjadinya bulan yang baru, karena bulan pada saat itu telah berada pada ketinggian 5 ° 57 menit di atas garis cakrawala.
Akan tetapi berkenaan dengan peristiwa pada saat ditetapkannya momentum tanggal 1 Muharram tahun ke 1 H tersebut, tidak didapatkan satupun kabar mengenai terlihatnya hilal / bulan ( rukyah ) baik berupa perkataan maupun atsar dari para sahabat.
Meskipun rembulan telah berada pada ketinggian yang ideal menurut ilmu hisab ( Falak ), akan tetapi bulan masih belum terlihat oleh pandangan mata para sahabat Radhiyallahu anhum, sehingga berdasarkan fakta tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa tanggal 1 Muharram tahun ke 1 H bisa jadi bertepatan dengan hari Jum'at, tanggal 16 Juli 622 M.
• Penyimpangan masyarakat Arab di masa Jahiliah
Perlu diketahui, di samping keberadaan dari kedua sistem penanggalan tersebut ( Syamsiah dan Komariah ), ternyata masih ada lagi sebuah sistem penanggalan lainnya yang pernah digunakan oleh sebagian kalangan manusia yang dikenal sebagai sistem penanggalan ganda, yaitu gabungan antara sistem penanggalan Syamsiah dan sistem penanggalan Komariah.
Sistem penanggalan kombinasi ini selanjutnya disebut dengan istilah sistem penanggalan "Lunisolar" ( Komariah - Syamsiah ).
Sistem penanggalan "Lunisolar" ini pernah begitu populer, digunakan oleh masyarakat tradisional pada era sebelum datangnya agama Islam di tanah Arab ( era masyarakat Arab Jahiliah ).
Di dalam praktiknya masyarakat Arab di era Jahiliah pada waktu itu dengan begitu cerobohnya seringkali menyisipkan periode satu bulan ke dalam kalender dengan statusnya sebagai bulan tambahan, yang mengakibatkan hitungan bulan pun bertambah menjadi 13 bulan dalam periode waktu 1 tahunnya.
Dalam Al Qur'an, aksi penambahan bulan yang ke 13 oleh masyarakat Arab di era Jahiliah ini disebut dengan istilah An Nasi'.
Sehingga dengan adanya penambahan hitungan bulan tersebut, maka terjadilah penyimpangan besar-besaran dalam sistem penghitungan waktu, khususnya penanggalan Komariah kala itu.
Di antara faktor yang menjadi penyebab munculnya praktik penyimpangan tersebut adalah faktor politik, faktor ekonomis, serta konflik kepentingan antar golongan masyarakat.
Sebagaimana diketahui selisih perbedaan jumlah hari dalam periode satu tahun antara penanggalan Syamsiah ( Masehi ) dengan penanggalan Komariah dapat mencapai 11,5 hari.
Sehingga momentum pelaksanaan ibadah Haji di tanah Arab pada masa era jahiliah ( sebelum datangnya Islam ) yang secara rutin berada di bulan Dzulhijjah menurut sistem penanggalan Komariah, secara konkret seharusnya akan selalu bergeser maju waktu nya 11 hari dari tahun ke tahun apabila dipadankan dengan sistem penanggalan Syamsiah ( kalender Masehi ).
Sehingga untuk menyesuaikan momentum awal tahun pada tahun kalender Komariah dengan sistem penanggalan Masehi, masyarakat Arab pra Islam ( era Jahiliah ) sering menambahkan jumlah hari serta menjadikannya sebagai bulan yang baru ( bulan ke 13 ) yang disisipkan di dalam penanggalan Komariah yang digunakannya tersebut, dengan tujuan agar awal tahun penanggalan Komariah bisa berbarengan dengan awal tahun pada penanggalan Syamsiah yang tibanya di setiap awal musim gugur ( Maret ).
Secara ekonomis, hal tersebut barangkali dimaksudkan agar masyarakat Arab pada era Jahiliah berkesempatan untuk dapat meraih keuntungan yang maksimal dari sektor perniagaan.
Dalam literatur Al Qur'an ( surah Al Quraisy ), bangsa Arab pada masa Jahiliah ( era sebelum Islam ) telah terkenal dengan tipikalnya sebagai bangsa yang tangguh, tak terkalahkan dalam berperang, dan sangat pandai dalam berniaga.
Pada waktu musim panas, mereka biasa pergi berniaga ke arah Utara ( negeri Syam ) yang relatif lebih sejuk, dan pada musim dingin, mereka biasa pergi berniaga ke negeri Yaman yang secara geografis berada di sebelah Selatan Makkah.
Pada momentum lainnya, sejarah mencatat pula ketika masyarakat Arab di era Jahiliah telah selesai dari menunaikan ritual ibadah hajinya di bulan Dzulhijjah, maka kemudian dibuatlah semacam kesepakatan bersama untuk menambahkan hitungan bulan menjadi 13, apabila di bulan berikutnya ( Muharram ) secara politis mereka berkeinginan untuk mengadakan peperangan dengan suku atau bangsa lain.
Sebagaimana diketahui, bulan Muharram termasuk dalam kategori bulan yang disucikan ( haram ) sehingga sangat terlarang bagi masyarakat Arab untuk mencemarkannya dengan peperangan dan pertumpahan darah.
Ketentuan mengenai kesucian bulan-bulan haram serta keberadaan ritual ibadah haji di kalangan masyarakat Arab kala itu adalah berupa sisa-sisa peninggalan syariat dari agama nabi Ibrahim yang sampai saat itu masih diakui dan diamalkan oleh masyarakat Arab pra Islam ( era Jahiliah ).
Dalam kisah sejarah para nabi disebutkan, bahwa Baitullah ( Ka'bah ) yang saat itu selalu dijadikan sentral pelaksanaan ibadah Haji bagi masyarakat Arab pra Islam ( era Jahiliah ) adalah masjid pertama yang dibangun oleh Nabi Ibrahim Alaihissalam bersama dengan anaknya, yaitu nabi Ismail Alaihissalam.
Pada akhirnya, dengan adanya penambahan hitungan bulan ke 13 tersebut, masyarakat Arab pra Islam ( Jahiliah ) pun dengan leluasa dapat berperang meskipun secara de facto mereka sebenarnya sedang berada pada bulan yang disucikan ( bulan Muharam ).
Dengan demikian masyarakat Arab di era Jahiliah itu, sejatinya telah menyegaja dalam melakukan kekeliruan yang besar, yaitu menghalalkan apa yang telah diharam Allah ( bulan haram ) dan mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah ( bulan biasa ).
Hal tersebut membuat masyarakat Arab di era Jahiliah kala itu semakin terjerumus ke dalam jurang kekufuran sebagaimana dinyatakan dalam sebuah firman Allah Subhanahu wa Ta'Alaa :
اِنَّمَا النَّسِيْۤءُ زِيَادَةٌ فِى الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يُحِلُّوْنَهٗ عَامًا وَّيُحَرِّمُوْنَهٗ عَامًا لِّيُوَاطِـُٔوْا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللّٰهُ فَيُحِلُّوْا مَا حَرَّمَ اللّٰهُۗ زُيِّنَ لَهُمْ سُوْۤءُ اَعْمَالِهِمْۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَࣖ ٣٧
Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya menambah kekufuran. Orang-orang yang kufur disesatkan dengan (pengunduran) itu, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan Allah, sehingga mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Oleh setan) telah dijadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan buruk mereka itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.
Qs. At Taubah : 37
Dari redaksional ayat tersebut dapat disimpulkan, bahwa sejak diturunkannya ayat ke 37 dari surat At Taubah, maka sistem penanggalan kombinasi antara Syamsiah dan Komariah pun tidak boleh lagi digunakan oleh kalangan masyarakat muslimin di manapun berada.
Sebaliknya, sistem Penanggalan Komariah, atau yang pasca datangnya Islam disebut dengan penanggalan Hijriyah harus dapat berdiri sendiri, tidak boleh tergantung dan dipengaruhi lagi oleh sistem penanggalan Syamsiah ( Masehi ).
• Antara kalender Hijriah dan kalender Masehi
Kalau kita membaca buku-buku sejarah Islam atau Siroh Nabawiyah disebutkan di sana bahwa usia Muhammad Shalallahu alaihi wassalam ketika beliau diangkat menjadi Rasul adalah 40 tahun, selanjutnya beliau berdakwah selama 10 tahun di Makkah, dan setelah hijrah beliau berdakwah selama 13 tahun di Madinah, sampai kemudian beliau wafat pada usianya yang ke 63 tahun.
Di dalam buku-buku biografi para ulama, disebutkan pula mengenai bilangan usia serta lamanya para ulama dalam menuntut ilmu, semuanya pun tercatat dalam bilangan tahun.
Di dalam buku-buku fiqih ibadah dan muamalah, terdapat pula keterangan waktu terkait syariat zakat seperti ketentuan "haul" dan "nisob" pada harta seseorang yang secara syariat patut untuk dikenakan kewajiban zakat Maal.
"Nisob" adalah kadar atau jumlah minimal harta yang dimiliki oleh seseorang, sedangkan "Haul" adalah jangka waktu satu tahun versi kalender Hijriyah untuk harta yang tersimpan.
Ada pula di dalam Al Qur'an tuntunan kewajiban dalam berpuasa satu bulan lamanya, yang disebut puasa Ramadhan.
Dalam satu hari, waktu berpuasa dimulai sejak terbit fajar ( waktu subuh ) hingga terbenamnya matahari.
Dengan terbenamnya matahari pada waktu Maghrib, menandakan dimulainya hari atau tanggal yang baru dalam perhitungan kalender Hijriyah.
Seluruh bilangan waktu yang terkait dengan ibadah dan muamalah seperti yang telah ditetapkan dalam dinul Islam, baik hari, bulan, dan tahun nya tentu saja harus dikembalikan pada format sistem penanggalan Komariah ( Hijriah ), dan bukan menggunakan konsep penanggalan Syamsiah ( Masehi ).
Bilangan tahun sebagai keterangan usia para nabi atau para ulama terdahulu, atau pun sejarah dalam konteks Islam hendaknya selalu mengacu pada sistem penanggalan Komariah ( Hijriah ), karena akan ada selisih waktu 11 hari lebih sedikit di dalam setiap tahunnya jika bilangan tahun itu diterapkan menurut hitungan penanggalan Syamsiah ( Masehi ).
Konsep "Haul" yaitu jangka waktu harta tersimpan selama 1 tahun untuk zakat Maal, hendaknya diaplikasikan pula ke dalam konsep penanggalan Hijriyah, bukan dalam penanggalan Masehi.
Contoh penerapan praktis untuk istilah "haul" adalah waktu yang berawal dari Ramadhan tahun ini hingga sampai pada bulan Ramadhan tahun depan, atau Rabiul awal tahun ini hingga sampai pada Rabiul awal tahun depan, dan seterusnya.
Apabila ketentuan "haul" tahunan untuk zakat maal diaplikasikan dengan menggunakan konsep kalender Masehi seperti Januari tahun ini hingga bulan Januari tahun depan, atau Agustus tahun ini hingga bulan Agustus tahun depan, maka hal demikian disebut sebagai sebuah kekeliruan.
Allahu A'lam bishowwab
• Sikap seorang muslim terhadap kalender Hijriah dan Masehi
Bagaimanakah sikap yang tepat bagi seorang muslim terhadap kalender Hijriah dan Masehi ?
Tulisan ini bersambung pada edisi berikutnya, in syaa Allah.